laporan teknologi formulasi sediaan sirup parasetamol

BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar Belakang
            Teknologi sediaan adalah cara memformulasi atau merancang suatu obat menjadi bentuk sediaan dengan menggunakan teknologi. Sediaan obat adalah bentuk sediaan mengandung zat aktif yang siap digunakan (dikonsumsi). Perkembangan teknologi menyebabkan obat tidak lagi dikonsumsi dalam bentuk zat murninya.
Studi preformulasi adalah langkah awal dalam memformulasi yang mengkaji dan mengumpulkan keterangan-keterangan dasar tentangsifat kimia fisika dari zat aktif bila dikombinasikan dengan zat atau bahan tumbuhan menjadi suatu bentuk sediaan farmasi yang stabil, efektif dan aman. Studi ini mengharuskan seorang formulator harus mengetahui apakah zat aktif tersebut cocok atau tidak incomp (tidak bercampuran) dengan zat aktif.
Derivat amino fenol yaitu fenasetin dan paracetamol. Paracetamol merupakan metabolit fenasetin dengan efek anti piretik yang telah digunakan sejak tahun 1893. Efek anti piretik ditimbulkan oleh gugus amino-berven. Paracetamol di Indonesia dikenal sebagai antipiretik, dan tersedia sebagai obat bebas.Efek anti-inflamasi paracetamol hampir tidak ada.  (Ganiswarna S.G dkk, 1995).
Antipiretik adalah obat yang menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam. Analgetik adalah obat yang menghilangkan rasa nyeri dengan cara meningkatkan nilai ambang nyeri di sistem syaraf pusat tanpa menekan kesadaran.  Analgetik-antipiretik adalah kelompok non narkotika, artinya obat ini tidak menimbulkan adiksi pada penggunaan jangka panjang (Djamburi,1990).
Analgetik non narkotika sering pula disebut analgetik-antipiretik atau non steroid anti-inflamantory Druds (NSAID). Analgetik non narkotik bekerja pada perifer dan sentral sistem syaraf pusat. Obat golongan ini digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, untuk menurunkann suhu badan pada keadaan panas badan yang tinggi dan sebagai anti radang untuk pengobatan rematik.
Analgetik-antipiretik digunakan untuk pengobatan simplomatik, yaitu hanya meringankan gejala penyakit, tidak menyembuhkan atau menghilangkan penyebab penyakit. Antipiretik non narkotik menimbulkan kerja antipiretik dengan meningkatkan eliminasi panas, pada penderita dengan suhu badan tinggi, dengan cara menimbulkan dilatasi dan pembuluh darah perifer dan mobilisasi air hingga terjadi pengenceran darah dan pengeluaran keringat. Pengaruh obat pada suhu badan normal relatif kecil. (Siswandono, 2000).
Paracetamol merupakan salah satu obat golongan analgetik-antipertik yang digunakan sangat luas di kalangan masyarakat Indonesia, selain karena harganya yang cukup terjangkau, juga memiliki aktivitas yang mampu menekan fungsi sistem syaraf pusat secara selektif dan relatif aman dengan penggunaan dosis terapi. Paracetamol yang ada dipasaran tersedia dalam berbagai bentuk sediaan antara lain bentuk tablet, kaplet, maupun syrup. Adapun pada formulasi kali ini, kami membuat sediaan Paracetamol Syrup.

1.2              Tujuan Percobaan
1. Mengetahui rancangan formula dalam pembuatan syrup paracetamol
2. Memahami proses pembuatan sediaan syrup paracetamol
3. Memahami evaluasi pada sediaan syrup paracetamol













BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Dasar Teori
            Menurut Farmakope III, larutan adalah sediaan cair yang mengandung bahan kimia terlarut. Kecuali dinyatakan lain, sebagai pelarut digunakan air suling. Larutan steril yang digunakan sebagai obat luar harus memenuhi syarat yang tertera pada injections. Wadah harus dapat dikosongkan dengan cepat.
Menurut Farmakope IV, larutan oral adalah sediaan cair  yang dibuat untuk pemberian oral, mengandung satu atau lebih zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis atau pewarna yang larut dalam air.
            Menurut Farmakope III, sirup adalah sediaan cair berupa lartutan yag mengandung sakarosa. Pada sirup dengan kadar ula yang rendah dapat terjadi fermentasi, kadar gula yang tinggi mempunyai tekanan osmotik yang cukup tinggi ssehingga pertumbuhan bakteri dan fungi dapat terhambat. Bila sebagian dari Saccharosa berubah menjadi gula invert, mka sirup cepat menjadi rusak, kerusakan sirp dapat dihindarkan dengan menambahkan suatu bahan pengawet kedalam sirup, misalnya mipagi dan nipasol, atau natrium benzoat (Joenoes, 1990).
            Selain zat-zat aktif obat, sirop-sirop mengandung zat-zat tambahan seperti gula, pengawet antimikroba, pengaroma dan pewarna. Sirop-sirop dapat pula mengandung pelarut-pelarut khusus, pembantu pelarut, pengental dan stabilizer. Untuk mencegah terjadinya proses oksidasi yang cepat pada obat bentuk sirup ditambahkan zat anti oksidan (Yohana, Anis, dkk, 2009).
            Kadar sakarosa (C12H22O11) tidak kurang dari 64% dan tidak lebih dari 66%. Sirup adalah larutan oral yang mengandung sakarosa atau gula lain dalam kadar tinggi (Anonim, 1995). Secara umum sirup merupakan larutan pekat dari gula yang ditambahkan obat atau zat pewangi dan merupakan larutan jernih berasa manis. Sirup adalah sediaan cair kental yang minimal mengandung 50% sakarosa (Ansel et al, 2005). Sirup juga adalah sediaan cairan kental untuk pemakaian dalam yang minimal mengandung 90% sakarosa (Voigt, 1984).
            Parasetamol (asetaminofen) merupakan obat analgetik non narkotik dengan cara kerja menghambat sintesis prostaglandin terutama di sistem syaraf pusat (SSP). Parasetamol digunakan secara luas di berbagainegara baik dalam bentuk sediaan tunggal sebagai analgetik-antipiretik maupun kombinasi dengan obat lain dalam sediaan obat flu, melalui resep dokter atau yang dijual bebas (Lusiana Darsono, 2002).
            Parasetamol mempunyai daya kerja analgetik dan anti piretik sama dengan asetosal,meskipun secara kimia tidak berkaitan. Tidak seperti asetosal, parasetamol tidak mempunyai daya kerja antiradang dan menimbulkan iritsi dan pendarahan lambung. Sebagai obat antipiretika, dapat digunakan baik asetosal, salsimalid maupun parasetamol. Diantara ketiga obat tersebut, parasetamol mempunyai efek samping yang paling ringan dan amn untuk anak-anak. Untuk anak-anak dibawah umur dua tahun sebaiknya digunakan parasetamol, kecuali ada enimbangan khusus lainnya dari dokter. Dari penelitian pada anak-anak dapat diketahui bahwa kombinasi asetosal dengan parasetamol bekerja lebih efektif terhadap demam daripada jika diberikan sendiri-sendiri (Sartono, 1996).
            Parasetamol cepat diabsorbsi dari saluran pencernaan, dengan kadar serum puncak dicapai dalam 30-60 menit. Waktu paruh kira-kira 2 jam. Metabolisme dihati, sekitar 3% diekskresi dalam bentuk tidak berubah melalui urin dan 80-90% dikonjugasi dengan asam glukonorik atau asam sulfurik kemudian diekskresi melalui urin dalam satu hari pertama, sebagian dihidroksilasi menjadi N asetil benzokoinon yang sangat reaktif dan berpotensi menjadi metabolit berbahaya, pada dosis normal beraksi dengan gugus sulfhidril dari glutation menjadi substansi nontoksik. Pada dosis besar akan berkaitan dengan sulfhidril dari protein hati (Lusiana Darsono, 2002).
            Efek analgetik parasetamol dan fenasetin serupa dengan salsilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek anti-inflamasinya sangat lemah, oleh karena itu Parasetamol dan Fenasetin tidak digunakan sebagai antireumatik. Parasetamol merupakan penghambat biosintesis prostaglandin (PG) yang lemah. Efek iritasi, erosi dan pendarahan lambung tidak terlihat pada kedua obat ini, demikian juga gangguan pernapasan dan keseimbangan asam basa (Mardjono, 1971).

2.2       Preformulasi Zat Aktif
Zat  Aktif                    : Parasetamol (C8H9NO2)
Nama Kimia                : N-asetil-4-aminofenol
Berat Molekul             : 151, 16 gram/mol
Titik Lebur                  : 169 – 172oC (Farmakope Indonesia III, 37)
Pemerian                     : Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; rasa pahit (Farmakope Indonesia III, 37)
Kandungan                 : parasetamol mengandung tidak kurang dari 98,0% dan tidak lebih dari 101,0% C8H9NO2, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan.
Kelarutan                    : larut dalam 7 bagian etanol (95%) P, dalam 13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian propilenglikol P, larut dalam larutan alkali hidroksida (Farmakope Indonesia III, 37)
Inkompatibiltas           : tidak bercampur dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen dan beberapa antasida.
Stabilitas                     : peningkatansuhu dapat mempercepat degradasi. Terhidrolisis pada pH minimal 5-7, stabil pada temperatur 45oC (dalam bentuk serbuk).
Polimorfisme               : tiga bentuk metastabil dari parasetamol yaitu osthorombik acetamoluntuk pembuatan tablet dan monoklinik acetaminophen dengan ukuran lebih kecil dan termodinamik yang stabil.
Penyimpanan               : dalam wadah tetutup baik, terlindung dari cahaya (Farmakope Indonesia III, 37)




2.3       Permasalahan Farmasetika
            Permasalahan yang timbul setelah study preformulasi :
·         Zat aktif (paracetamol) memiliki kelarutan agak sukar larut dalam air, tetapi larut dalam 40 bagian Gliserol P dan 9 bagian Propilenglikol.
·         Dibutuhkan rasa yang relatif enak (dapat dikonsumsi oleh pasien) karena zat aktif memiliki rasa pahit.
·         Penggunaan air sebagai pelarut dapat mengakibatkan kontaminasi bakteri.
·         Terjadi  cap-locking karena penggunaan pemanis yang lewat jenuh.

2.4       Penyelesaian Masalah
·         Dibutuhkan cosolven (campuran pelarut) untuk mempertinggi kelarutan zat aktif yaitu campuran Propilenglikol dan Gliserol .
·         Penggunaan zat pemanis yang berpengaruh dalam menutupi rasa Paracetamol  pada formulasi sediaan,  pemanis yang digunakan adalah Sakarin dan Sorbitol.
·         Dibutuhkan pengawet yaitu Nipagin dan Nipasol.
·         Penggunaan anticapslocking yaitu Gliserin

2.5       Pendekatan Formula
No
Bahan
Jumlah

Fungsi/Alasan Penambahan Bahan

Syarat
Keterangan

1
Paracetamol



120 mg/5 ml
Zat aktif (analgetik, antipiretik)
-
-
2
Propilenglikol

12 ml
Cosolven
10% - 25%
20% (Memenuhi syarat)
3
Gliserin

3 ml
Cosolven & anticaplocking
≤ 20%
5% (Memenuhi syarat)
4
Sakarin

150 mg
Pemanis
0,02% - 0,5%
0,25% (Memenuhi syarat)
5
Sorbitol

6 ml
Pemanis
20% - 35%
100% (Memenuhi syarat)
6
Sukrosa


-
Pemanis
-
-
7
Nipagin

0,108 g
Pengawet dalam larutan air
0,1% - 0,2%
0,18% (Memenuhi syarat)
8
Nipasol

0,012 g
Pengawet dalam larutan minyak
0,1% - 0,2%
0,02% (Memenuhi syarat)
9
Perisa

qs
Menutupi rasa yang tidak enak
-
-
10
Pewarna
qs
Menambah estetika
-
-
11
Aquadest
ad 60 ml
pelarut
-
-

2.6       Preformulasi Zat-zat Eksipien
a.       Propilenglikol (Cosolven)
Pemerian               : cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau, rasa agak manis, hogroskopis.
Kelarutan              : dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P dan dengan kloroform P, larut dalam 6 bagian eterP, tidak dapat campur dengan eter minyak tanah p dan dengan minyak lemak.
Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik.
Pemakaian             : 10% - 25% (HOPE Ed. 4 hal 521)
Inkompatibiltas     : reagen oksidasi seperti potassium permanganate (HOPE Ed. 4 hal 521)

b.      Gliserin
Pemerian               : jernih, tak berwarna, viskos, manis, sekitar 0,6 kali sakarosa
Kelarutan              : dapat campur dengan air dan dengan etanol (95%) P, praktis tidak larut dalam kloroform P, dalam eter P dan dalam minyak lemak.
Stabilitas               : Panas (titik didih 290oC dengan dekomposisi)
                                Hidrolisis (higroskopis)
                                Cahaya (tidak tahan cahaya)
Inkompatibiltas     : dapat meledak dengan agen pengoksidaan kuat seperti  kromium trioksida, kalium klorat atau KMnO4. Pada larutan, reaksi terjadi secara lambat dengan produk hasil oksidasi yang terbentuk. Kontaminan besi pada gliserin dapat membentuk kompleks asam borat, asam gliserobat yang lebih asam daripada asam borat (HOPE 301-303)

c.       Sakarin                 
Pemerian               : serbuk hablur, putih, tidak berbau atau agak aromatik, sangat manis.
Kelarutan              : larut dalam 1,5 bagian air dan dalam 50 bagian etanol (95%)P.
Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik.
Pemakaian             : 0,02% - 0,5%.
Stabilitas               : stabil dibawah kisaran kondisi normal bekerja dalam formulasi. Dalam bentuk massal itu tidak menunjukkan dekomposisi terdeteksi dan hanya bisa terkena suhu tinggi (1285oC) pada pH rendah (pH 2) selama lebih dari 1 jam dekomposisi signifikan terjadi.
Inkompatibiltas     : bereaksi dengan molekul besar sehingga endapan terbentuk.

d.      Sorbitol
Pemerian               : serbuk, butiran atau kepingan; putih; rasa manis; higroskopis.
Kelarutan              : sangat mudah larut dalam air, sukar larut dalam etanol (95%) P, dalam metanol P dan dalam asetat P.
Penyimpanan         : dalam wadah tertutup rapat
Stabilitas               : sorbitol secara kimiawi relatif inert dan kompatibel dengan kebanyakan eksipien, stabil di udara dengan tidak adanya katalis dan dalam dingin, asam encer dan alkali. Sorbitol tidak menggelapkan atau terurai pada suhu tinggi.
Inkompatibiltas     : sorbitol akan membentuk khelat air yang larut dalam air dengan banyak divalen dan ion logam trivalen pada kondisi asam dan basa. Penambahan cairan polietilenglikol menjadi larutan sorbtol dengan agitasi yang kuat, menghasilkan lilin, air-gel larut dengan titik leleh 35-408oC. Larutan sorbitol juga bereaksi dengan oksida besi menjadi berubah warna.

e.       Nipagin (Methylparaben)
Pemerian               : sebuk hablur, putih, hampir tidak berbau, tidak mempunyai rasa, kemudian agak membakar diikuti rasa tebal.
Kelarutan              : larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%) P dan dalam 3 bagian aseton P, mudah larut dalam eter P, dan dalamlarutan alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian minyak lemak nabati panas, jika didinginkan larutan teteap jernih.
Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik.
Pemakaian             : 0,1% - 0,2%.
Stabilitas               : larutan encer nipagin (methylparaben) pada pH 3-6 mungkin disterilisasi dengan autoklaf pada 1208oC selama 20 menit tanpa dekomposisi. Larutan berair pada pH 3-6 stabil (kurang dari 10% dekomposisi) sampai sekitar 4 tahun pada suhu kamar. Sedangkan larutan berair pada pH 8 atau lebih tinggi pada hidrolisis cepat (10% atau lebih setelah sekitar 60 hari penyimpanan pada suhu kamar).
Inkompatibiltas     : aktifitas mikroba methylparaben jauh berkurang adanya surfaktan nonionik, seperti polisorbat 80. Tidak kompatibel dengan zat lain seperti bentonit, magnesium trisilikat, talk, tragakan, sodium alginat, minyak atsari, sorbtol.

f.       Nipasol (propilparaben)
Pemerian               : serbuk hablurputih, tidak berbau, tidak berasa.
Kelarutan              : sangat sukar larut dalam air , larut dalam 3,5 bagian etanol (95%) P, dalam 3 bagian aseton p, dalam 140 bagian gliserol P, dan dalam 40 bagian minyak lemak, mudsh larut dalam larutan alakali hidroksida.
Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik.
Pemakaian             : 0,1% - 0,2%
Stabilitas               : larutan propilparaben berair pada pH 3-6 dapat disterilkan dengan autoklaf, tanpa dekomposisi.
Inkompatibiltas     : aktifitas anti mikroba propilparaben berkurang jauh dengan adanya surfaktan nonionik, propilparaben berybah warna dengan adanya zat besi dan zat besi terhidrolisis oleh alkali lemah dan asam kuat.



g.      Aquadest
Pemerian               : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak mempunyai rasa.
Kelarutan              : bercampur dengan banyak pelarut polar.
Penyimpanan         : dalam wadah tertutup baik.
Stabilitas               : secara kimia, air stabil dalam sema bentuk fisik (es, cair dan uap). Air untuk tujuan khusus harus disimpan dalam wadah yang sesuai. Air untuk injeksi disimpan dalam wadah tertutup rapat bersegel. Air steril untuk injeksi disimpan dalam wadah dosis tinggi.
Inkompatibiltas     : air dapat bereaksi dengan obat atau eksipien lain yang dapat terhidrolisis. Air dapat bereaksi dengan logam-logam alkali dan secara cepat dengan logam alkali tanah dan oksidasinya, seperti kalium oksida dan magnesium oksida. Air juga bereaksi dengan garam-garam anhidrat untuk membentuk hidrat dengan berbagai komposisi, dengan material organik tertentu.





2.7       Perhitungan Penimbangan
            Ibufrofen         =
            Propilenglikol =
            Gliserin            =
            Sakarin            =
                        Sorbitol           =
                        Nipagin           =
            Nipasol            =  
            Aquadest ad 500 ml

2.8       Penimbangan
No
Bahan
Jumlah
Pelaksana
1
Paracetamol
12 g
Nuriawati
2
Propilenglikol
100 ml
Osa Ladifa
3
Gliserin
25 ml
Ratna Anggraini
4
Sakarin
1,25 g
Ridha Ishmania
5
Sorbitol
50 ml
Risya Ayudia
6
Nipagin
0,9 g
Rofifah
7
Nipasol
0,1 g
Rini Arsini
8
Aquadest
Ad 500 ml
Silfia Salma










BAB III
METODOLOGI
3.1       Alat Dan Bahan
Ø  Alat-Alat yang Digunakan
No.
Nama
Gambar
Fungsi
1.
Gelas Beker
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961552826.jpg
Tempat untuk menyimpan dan membuat larutan. Beaker glass memiliki takaran namun jarang bahkan tidak diperbolehkan untuk mengukur volume suatu zat cair.
2.
Indikator Universal
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961511665.jpg
Untuk identifikasi keasamaan dan kebasaan larutan/zat. 
3.
Batang Pengaduk
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961554030.jpg
Untuk mengocok atau mengaduk suatu baik akan direaksikan mapun ketika reaksi sementara berlangsung.
4.
Gelas Ukur
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961555335.jpg
Untuk mengukur volume larutan.
Pada saat praktikum dengan ketelitian tinggi gelas ukur tidak diperbolehkan untuk mengukur volume larutan.
5.
Spatula
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961547363.jpg
Untuk mengambil bahan-bahan kimia dalam bentuk padatan.
6.
Kaki Tiga dan Kawat Kasa
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961535251.jpg
Kaki tiga sebagai penyangga pembakar spirtus.
Kawat kasa sebagai alas atau untuk menahan labu atau beaker pada waktu pemanasan menggunakan pemanas spiritus atau pemanas bunsen.
7.
Spirtus
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961537939.jpg
Untuk membakar zat atau memmanaskan larutan.
8.
Korek Api
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1854523_f57f45a8-1767-429f-9852-2bc4fa25d7d4.jpg
Sebuah alat untuk menyalakan api.
9.
Perkamen
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961546121.jpg
Alas saat menimbang, pembungkus dll.
10.
Botol Semprot
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961550168.jpg
Biasanya digunakan untuk menyimpan aquades dan digunakan untuk mencuci ataupun membilas bahan-bahan yang tidak larut dalam air. Selain itu digunakan juga untuk mencuci atau menetralkan peralatan-peralatan yang akan digunakan.
11.
Botol Plastik 100mL
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961556810.jpg
Untuk tempat yang akan diisi oleh sampel.
12.
Viskometer Brookfield
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961512935.jpg
Untuk menguji kekentalan larutan.
13.
Thermometer
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961533959.jpg
Alat untuk mengukur suhu.
14.
Corong Gelas
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\2350_1.jpg
Digunakan untuk memasukan atau memindah larutan ai satu tempat ke tempat lain dan digunakan pula untuk proses penyaringan setelah diberi kertas saing pada bagian atas.
15.
Pipet Tetes
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\132244125_b0f115b6-fa40-4973-949f-bd32f92bdd0c_500_500.jpg
Untuk meneteskan atau mengambil larutan dengan jumlah kecil.

Ø  Bahan-Bahan yang Digunakan
No.
Nama Bahan
Gambar
Fungsi
1.
Propilenglikol
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961539215.jpg
Cosolven.
2.
Gliserin
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961540742.jpg
Cosolven dan Anticaplocking.
3.
Sorbitol 70%
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961542072.jpg
Pemanis.
4.
Nipasol
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961543477.jpg
Pengawet dalam larutan minyak.
5.
Nipagin
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961544774.jpg
Pengawet dalam larutan air.
6.
Parasetamol
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961548877.jpg
Zat aktif, analgetik, dan antipiretik.
7.
Aquadest
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\1505961550168.jpg
Pelarut.
8.
Sakarin
Description: D:\Alat dan Bahan Semsol\HTB1S9JZFVXXXXXJXpXXq6xXFXXXw.jpg
Pemanis.










3.2       Prosedur Percobaan
Text Box:   
Kalibrasi botol 500 ml
 


























 




































BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
4.1       Prosedur Evaluasi
1)      Organoleptis
Hari ke -
1
2
3
4
5
Warna
Bening
Bening
Bening
Bening
Bening
Bau
Tidak berbau
Menyengat
Menyengat
Menyengat
Menyengat
Rasa
Pahit
Pahit
Pahit
Pahit
Pahit
Kejernihan
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Jernih
Caps looking
-
-
-
-
-

2)      PH Sediaan : 6                                          PH syarat    : 6
3)      Viskosikas
Rpm 30   = 0,5%   
Rpm 60   = 2,3%
Rpm 100 = 4,9%
4)      Bobot jenis
·         Berat pikno kosong (a) = 12,08 gram
·         Berat pikno + air (b) = 23,01 gram
·         Berat pikno + syrup (c) = 23,98 gram
Vair  = 10 ml
rair =    
rsyrup =  
5)      Volume terpindahkan
Botol
Volume Terpindahkan
%
1
99
99%
2
100
100%
3
99
99%




4.2       Pembahasan
Pada praktikum teknologi formulasi sediaan semislid dan liquid ini, kami membuat sediaan syrup dengan formula : parasetamol (zat aktif), propilenglikol sebagai cosolven, gliserin sebagai anti cap-locking dan ditambah dengan pengawet nipagin dan nipasol dengan sediaan yang dibuat diamati selama 5 hari dengan pengamatan meliputi organoleptis dari sediaan tersebut.
Bentuk, rasa, warna dan kejernihan dari sediaan ini tidak ada perubahan pada hari pertama sampai hari kedua. Bentuk, rasa, dan warna sama seperti awal sediaan dibuat. Hal ini mungkin dipengaruhi karena tidak adanya aktivitas mikroorganisme pada sediaan sehingga tidak merubah warna, kejernihan dan rasa dari sediaan ini.
Bau sediaan sirup Paracetamol pada hari pertama belum mengalami perubahan (tidak berbau). Pada hari ke-2 mulai pengalami perubahan, bau mulai menyengat sampai hari ke-5 hal ini mungkin terjadi dikarenakan adanya aktivitas mikroorganisme pada sediaan sehingga menimbulkan bau menyengat tetapi tidak mengganggu bentuk rasa, warna dan kejernihan akan tetapi bisa disebabkan karena tidak ditambahkan pewangi ke dalam sediaan, penambahan pengaroma ini harus sesuai dengan rasa sediaan seperti rasa jeruk maka diberikan aroma citrus.
Dalam proses pengamatan selama 5 hari tidak terjadi cap-locking hal ini dikarenakan penggunaan pemanis yang tidak lewat jenuh dan juga ditambahkan gliserin sebagai anti cap-locking. Pemanis yang digunakan tidak dapat menutupi rasa pahit yang timbul dari zat aktif yaitu paracetamol yang membuat sediaan syrup paracetamol menjadi kurang manis dan timbul rasa pahit membuat rasa yang tidak enak saat diminum.
Ph sediaan yang di dapat dari sediaan sirup adalah 6 yang sesuai dengan ph syarat untuk sediaan sirup oral, saat diuji viskositasnya (kekentalan) pada Rpm 30 didapat 0,5%, Rpm 60 di dapat 2,3% an pada Rpm 100 didapat 4,9%  yang diartikan memiliki viskositas yang cukup yang tidak terlalu kental dan tidak terlalu encer.


Bobot jenis yang didapat dari sediaan sirup parasetamol di dapat ialah 1,19 g/ml yang mendekati dengan bobot jenis mutu untuk sediaan sirup yaitu 1,3 g/ml. Pada volume perpindahan didapat pada botol 1,2 dan 3 yaitu 99%, 100% dan 99% yang berarti volume yang hilang sangat sedikit dan hampir seluruhnya volume terpindahkan.



























BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1.      Rancangan formula dari sirup parasetamol terdiri atas zat aktif yang digunakan adalah parasetamol dan zat tambahannya, propilenglikol sebagai cosolven, sakarin sebagai pemanis, gliserin sebagai anti caplcoking, sorbitol 70% sebagai pemanis, nipagin dan nipasol sebagai pengawet, aquadest sebagai pelarut.
2.      Evaluasi yang dilakukan pada sediaan sirup parasetamol, yaitu bobot jenisnya 1,19 g/mL , viskositas pada rpm 30 0,5%; rpm 60 2,3%; rpm 100  4,9% dan pH yang di dapat sesuai dengan pH syarat yaitu 6. Setelah dilakukan pengujian selama 5 hari sehingga sediaan yang dibuat ini dikatakan stabil apabila penyimpanan sesuai, disimpan pada suhu kamar agar kestabilan sediaan tetap terjaga.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

kelenjar tiroid dan patofisiologinya