kelenjar tiroid dan patofisiologinya
Kelenjar tiroid mengandung sel-sel yang mengeluarkan zat kimia
yang disebut hormon. 2 Utama hormon yang dibuat oleh kelenjar tiroid disebut
tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3), dengan T4 yang diproduksi dalam jumlah
jauh lebih besar dari T3. Hormon yang dihasilkan kelenjar tiroid tercantum
berikut ini.
1.
Tirodontironin,
berfungsi mengatur metabolisme, pertumbuhan, perkembangan, dan kegiatan sistem
saraf.
2.
Kalsitonin, berfungsi
menurunkan kadar kalsium dalam darah dengan cara mempercepat absorbsi kalsium oleh
tulang.
3.
Tiroksin, merupaka
hormon penting yang dihasilkan oleh kelenjar gondok atau tiroid. Hormon tiroksi
berfngsi dalam mengatur metabolisme dalam tubuh serta mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan tubuh.
A. Tinjauan Gangguan Kelenjar Tiroid
I. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manivestasi klinis yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah. Seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak daripada para pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan 40 tahun.
PATOFISIOLOGI
Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau multiple adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan hipertiroidisme. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves (goiter difus toksik)
yang mempuyai tiga tanda penting yaitu :
(1). Hipertiroidisme
(2) Perbesaan kelenjar tiroid (goiter)
(3) Eksoptalmos (protrusi mata abnormal)
Penyebab lain hipertiroidisme dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroiditis subakut dan kronis, dan ingesti TH.
Dampak hipertiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai beikut :
1. Sistem integument seperti diaphoresis, rambut halus, jarang dan kulit lembab.
2. Sistem pencernaan seperti berat badan menurun, nafsu makan meningkat dan diare.
3. Sistem muskuloskeletal seperti kelemahan.
4. Sistem pernapasan seperti dispnea dan takipnea.
5. Sistem kardiovaskular seperti palpitasi, nyeri dada.
6. Metabolik seperti peningkatan laju metabolisme tubuh, intoleran terhadap panas dan suhu sub febris.
7. Sistem neurologi seperti mata kabur, mata lelah, insomnia.
8. Sistem reproduksi seperti amenore, volume menstruasi berkurang dan libido meningkat.
9. Psikologis/Emosi seperti gelisah, iritabilitas, gugup/nervous.
II. Hipotiroidisme
Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid.
PATOFISIOLOGI
I. Hipertiroidisme
Hipertiroidisme digambarkan sebagai suatu kondisi dimana terjadi kelebihan sekresi hormon tiroid. Tirotoksikosis mengacu pada manivestasi klinis yang terjadi bila jaringan tubuh di stimulasi oleh peningkatan hormon ini. Hipertiroidisme merupakan kelainan endokrin yang dapat di cegah. Seperti kebanyakan kondisi tiroid, kelainan ini merupakan kelainan yang sangat menonjol pada wanita. Kelainan ini menyerang wanita empat kali lebih banyak daripada para pria, terutama wanita muda yang berusia antara 20 dan 40 tahun.
PATOFISIOLOGI
Hipertiroidisme mungkin karena overfungsi keseluruhan kelenjar, atau kondisi yang kurang umum, mungkin disebabkan oleh fungsi tunggal atau multiple adenoma kanker tiroid. Juga pengobatan miksedema dengan hormon tiroid yang berlebihan dapat menyebabkan hipertiroidisme. Bentuk hipertiroidisme yang paling umum adalah penyakit Graves (goiter difus toksik)
yang mempuyai tiga tanda penting yaitu :
(1). Hipertiroidisme
(2) Perbesaan kelenjar tiroid (goiter)
(3) Eksoptalmos (protrusi mata abnormal)
Penyebab lain hipertiroidisme dapat mencakup goiter nodular toksik, adenoma toksik (jinak), karsinoma tiroid, tiroiditis subakut dan kronis, dan ingesti TH.
Dampak hipertiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai beikut :
1. Sistem integument seperti diaphoresis, rambut halus, jarang dan kulit lembab.
2. Sistem pencernaan seperti berat badan menurun, nafsu makan meningkat dan diare.
3. Sistem muskuloskeletal seperti kelemahan.
4. Sistem pernapasan seperti dispnea dan takipnea.
5. Sistem kardiovaskular seperti palpitasi, nyeri dada.
6. Metabolik seperti peningkatan laju metabolisme tubuh, intoleran terhadap panas dan suhu sub febris.
7. Sistem neurologi seperti mata kabur, mata lelah, insomnia.
8. Sistem reproduksi seperti amenore, volume menstruasi berkurang dan libido meningkat.
9. Psikologis/Emosi seperti gelisah, iritabilitas, gugup/nervous.
II. Hipotiroidisme
Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid sebagai akibat kegagalan mekanisme kompensasi kelenjar tiroid dalam memenuhi kebutuhan jaringan tubuh akan hormon-hormon tiroid.
PATOFISIOLOGI
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat
pengangkatan kelenjar tiroid dan pada pengobatan tirotoksikosis dengan RAI.
Juga terjadi akibat infeksi kronis kelenjar tiroid dan atropi kelenjar tiroid
yang bersifat idiopatik.
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.
Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi antara lain :
a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.
Dampak hipotiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut :
1. Sistem integument seperti kulit dingin, pucat, kering, bersisik
2. Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
3. Sistem kardiovaskular seperti brakikardi¸disritmia,pembesaran jantung.
4. Metabolik seperti penurunan meabolisme basal, penurunan suhu tubuh.
5. Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.
6. Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata.
III. Hipertrofi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.
PATOFISIOLOGI
Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak,
kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.
B. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertiroidisme
I. Pengkajian
1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamin dan tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.
4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare, tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak
5. Pemeriksaan fisik :
a. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata seperti :
• Opthalmopati yang di tandai :
- eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
- tanda Stellwag s : mata arang berkedip
- tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior sukar atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata
- tanda mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
- tanda joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas
- tanda rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
• Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan di periorbita dan penumpukan lemak di retro orbita
• Juga akan di jumpai penurunan visus akibat penekanan saraf optikus dan adanya tanda-tanda radang atau infeksi pada konjunktiva dan atau kornea
• Fotopobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang lazim
b. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai sistem tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
c. Palpasi kelenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multipel
d. Auskultasi adanya “bruit”
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan diagnostik
Prevalensi penderita hipotiroidisme meningkat pada usia 30 sampai 60 tahun, empat kali lipat angka kejadiannya pada wanita di bandingkan pria. Hipotiroidisme kongenital di jumpai satu orang pada empat ribu kelahiran hidup.
Jika produksi hormon tiroid tidak adekuat maka kelenjar tiroid akan berkompensasi untuk meningkatkan sekresinya sebagai respons terhadap rangsangan hormon TSH. Penurunan sekresi hormon kelenjar tiroid akan menurunkan laju metabolisme basal yang akan mempengaruhi semua sistem tubuh. Proses metabolik yang di pengaruhi antara lain :
a. Penurunan produksi asam lambung (aclorhidia)
b. Penurunan motilitas usus
c. Penurunan detak jantung
d. Gangguan fungsi neurologik
e. Penurunan produksi panas
Penurunan hormon tiroid juga akan mengganggu metabolisme lemak dimana akan terjadi peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosklerosis Akumulasi proteoglicans hidrophilik di rongga intertisial seperti rongga pleura, cardiak dan abdominal sebagai tanda dari mixedema. Pembentukan eritrosit yang tidak optimal sebagai dampak dari menurunnya hormon tiroid memungkinkan klien mengalami anemi.
Dampak hipotiroidisme terhadap berbagai sistem tubuh adalah sebagai berikut :
1. Sistem integument seperti kulit dingin, pucat, kering, bersisik
2. Sistem pulmonari seperti hipoventilasi, pleural efusi, dispnea
3. Sistem kardiovaskular seperti brakikardi¸disritmia,pembesaran jantung.
4. Metabolik seperti penurunan meabolisme basal, penurunan suhu tubuh.
5. Sistem muskuloskeletal seperti nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot yang melambat.
6. Sistem neurologi seperti fungsi intelektual yang lambat, berbicara lambat dan terbata-bata.
III. Hipertrofi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid mengalami pembesaran akibat pertambahan ukuran sel/jaringan tanpa di sertai peningkatan atau penurunan sekresi hormon-hormon kelenjar tiroid. Disebut juga sebagai goiter nontosik atau simple goiter atau struma Endemik. Pada kondisi ini dimana pembesaran kelenjar tidak disertai penurunan atau peningkatan sekresi hormon-hormonnya maka dampak yang di timbulkannya hanya bersifat lokal yaitu sejauh mana pembesaran tersebut mempengaruhi organ di sekitarnya seperti pengaruhnya pada trakhea dan esophagus.
PATOFISIOLOGI
Berbagai faktor di identifikasi sebagai penyebab terjadinya hipertropi kelenjar tiroid termasuk di dalamnya defisiensi jodium, goitrogenik glikosida agent (zat atau bahan ini dapat menekan sekresi hormon tiroid) seperti ubi kayu, jagung lobak,
kangkung, kubis bila di konsumsi secara berlebihan, obat-obatan anti tiroid, anomali, peradangan dan tumor/neoplasma.
Sedangkan secara fisiologis, menurut Benhard (1991) kelenjar tiroid dapat membesar sebagai akibat peningkatan aktifitas kelenjar tiroid sebagai upaya mengimbangi kebutuhan tubuh yang meningkat pada masa pertumbuhan dan masa kehamilan
Berdasarkan kejadiannya atau penyebarannya ada yang di sebut Struma Endemis dan Sporadis. Secara sporadis dimana kasus-kasus struma ini di jumpai menyebar diberbagai tempat atau daerah. Bila di hubungkan dengan penyebab maka struma sporadis banyak disebabkan oleh faktor goitrogenik, anomali dan penggunaan obat-obatan anti tiroid, peradangan dan neoplasma. Secara endemis, dimana kasus-kasus struma ini dijumpai pada sekelompok orang di suatu daerah tertentu, dihubungkan dengan penyebab defisiensi jodium.
B. Penatalaksanaan Klien dengan Hipertiroidisme
I. Pengkajian
1. Pengumpulan biodata seperti umur, jenis kelamin dan tempat tinggal.
2. Riwayat penyakit dalam keluarga.
3. Kebiasaan hidup sehari-hari mencakup aktifitas dan mobilitas, pola makan, penggunaan obat-obat tertentu, istirahat dan tidur.
4. Keluhan klien seperti berat badan turun meskipun napsu makan meningkat, diare, tidak tahan terhadap panas, berkeringat banyak
5. Pemeriksaan fisik :
a. Amati penampilan umum klien, amati wajah klien khususnya kelainan pada mata seperti :
• Opthalmopati yang di tandai :
- eksoftalmus : bulbus okuli menonjol keluar
- tanda Stellwag s : mata arang berkedip
- tanda Von Graefes : jika klien melihat kebawah maka palpebra superior sukar atau sama sekali tidak dapat mengikuti bola mata
- tanda mobieve : sukar mengadakan atau menahan konvergensi
- tanda joffroy : tidak dapat mengerutkan dahi jika melihat ke atas
- tanda rosenbagh : tremor palpebra jika mata menutup
• Edema palpebra dikarenakan akumulasi cairan di periorbita dan penumpukan lemak di retro orbita
• Juga akan di jumpai penurunan visus akibat penekanan saraf optikus dan adanya tanda-tanda radang atau infeksi pada konjunktiva dan atau kornea
• Fotopobia dan pengeluaran air mata yang berlebihan merupakan tanda yang lazim
b. Amati manifestasi klinis hipertiroidisme pada berbagai sistem tubuh seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya
c. Palpasi kelenjar tiroid, kaji adanya pembesaran, bagaimana konsistensinya, apakah dapat digerakkan serta apakah nodul soliter atau multipel
d. Auskultasi adanya “bruit”
6. Pengkajian psikososial
7. Pemeriksaan diagnostik
Kelenjar Paratiroid / Anak Gondok
Kelenjar paratiroid
terletak dibagian belakang kelenjar tiroid, kelenjar ini berjumlah empat buah
kelenjar ini menghasilkan Hormon
PTH ( Parathyroid Hormone) yang berfungsi meningkatkan serta mengendalikan
kadar kalsium dalam darah dan fosfat (PO43+) dalam darah.
1. Hiperparatiroidisme
a. Pengertian
Hiperparatiroidisme adalah
berlebihnya produksi hormon paratiroid oleh kelenjar paratiroid ditandai dengan
dekalsifikasi tulang dan terbentuknya batu ginjal yang mengandung kalsium.
Hiperparatiroidisme dibagi menjadi 2, yaitu hiperparatiroidisme primer dan
sekunder. Hiperparatiroidisme primer terjadi dua atau tiga kali lebih sering
pada wanita daripada laki-laki dan pada pasien-pasien yang berusia 60-70 tahun.
Sedangkan hiperparatiroidisme sekunder disertai manifestasi yang sama dengan
pasien gagal ginjal kronis. Rakitisi ginjal akibat retensi fosfor akan
meningkatkan stimulasi pada kelenjar paratiroid dan meningkatkan sekresi hormon
paratiroid. (Brunner & Suddath, 2001)
Hiperparatiroidisme adalah
karakter penyakit yang disebabkan kelebihan sekresi hormone paratiroid, hormon
asam amino polipeptida. Sekresi hormon paratiroid diatur secara langsung oleh
konsentrasi cairan ion kalsium. Efek utama dari hormon paratiroid adalah
meningkatkan konsentrasi cairan kalsium dengan meningkatkan pelepasan kalsium
dan fosfat dari matriks tulang, meningkatkan penyerapan kalsium oleh ginjal,
dan meningkatkan produksi ginjal. Hormon paratiroid juga menyebabkan
phosphaturia, jika kekurangan cairan fosfat. hiperparatiroidisme biasanya
terbagi menjadi primer, sekunder dan tersier. (Lawrence Kim, MD, 2005,
section 2).
Hiperparatiroidisme adalah
suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid memproduksi lebih banyak
hormon paratiroid dari biasanya. Pada pasien dengan hiperparatiroid, satu dari
keempat kelenjar paratiroid yang tidak normal dapat membuat kadar hormon
paratiroid tinggi tanpa mempedulikan kadar kalsium. dengan kata lain satu dari
keempat terus mensekresi hormon paratiroid yang banyak walaupun kadar kalsium
dalam darah normal atau meningkat. (www.endocrine.com)
b. Etiologi
1. Kira-kira
85% dari kasus hiperparatiroid primer disebabkan oleh adenoma tunggal.
2. Sedangkan
15% lainnya melibatkan berbagai kelenjar (contoh berbagai adenoma atau
hyperplasia). Biasanya herediter dan frekuensinya berhubungan dengan
kelainan endokrin lainny
3. Sedikit
kasus hiperparatiroidisme utama disebabkan
oleh paratiroid karsinoma. Etiologi dari adenoma dan hyperplasia pada
kebanyakan kasus tidak diketahui. Kasus keluarga dapat terjadi baik sebagai
bagian dari berbagai sindrom endrokin neoplasia, syndrome hiperparatiroid tumor
atau hiperparatiroidisme turunan. Familial hypocalcuric dan hypercalcemia dan
neonatal severe hyperparathyroidism juga termasuk kedalam kategori ini.
4. Beberapa
ahli bedah dan ahli patologis melaporkan bahwa pembesaran dari kelenjar yang
multiple umumnya jenis adenoma yang ganda. Pada ± 15 % pasien semua kelenjar hiperfungsi; chief cell
parathyroid hyperplasia.
c. Patofisiologi
Hiperparatiroidisme
dapat bersifat primer (yaitu yang disebabkan oleh hiperplasia atau neoplasma
paratiroid) atau sekunder, dimana kasus biasanya berhubungan dengan gagal
ginjal kronis.
Pada
80% kasus, hiperparatiroidisme primer disebabkan oleh adenoma paratiroid jinak;
18% kasus diakibatkan oleh hiperplasia kelenjar paratiroid: dan 2% kasus
disebabkan oleh karsinoma paratiroid (damjanov,1996). Normalnya terdapat empat
kelenjar paratiroid. Adenoma atau karsinoma paratiroid ditandai oleh pembesaran
satu kelenjar, dengan kelenjar lainnya tetap normal. Pada hiperplasia
paratiroid, keempat kelenja membesar. Karena
diagnosa adenoma atau hiperplasia tidak dapat ditegakan preoperatif, jadi
penting bagi ahli bedah untuk meneliti keempat kelenjar tersebut. Jika
teridentifikasi salah satu kelenjar tersebut mengalami pembesaran adenomatosa,
biasanya kelenjar tersebut diangkat dan laninnya dibiarkan utuh. Jika ternyata
keempat kelenjar tersebut mengalami pembesaran ahli bedah akan mengangkat
ketiga kelelanjar dan meninggalkan satu kelenjar saja yang seharusnya mencukupi
untuk mempertahankan homeostasis kalsium-fosfat.
Hiperplasia
paratiroid sekunder dapat dibedakan dengan hiperplasia primer, karena keempat
kelenjar membesar secara simetris. Pembesaran kelanjar paratiroid dan
hiperfungsinya adalah mekanisme kompensasi yang dicetuskan oleh retensi format
dan hiperkalsemia yang berkaitan dengan penyakit ginjal kronis. Osteomalasia
yang disebabkan oleh hipovitaminosis D, seperti pada riketsia, dapat
mengakibatkan dampak yang sama.
Hiperparatiroidisme
ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja pada tulang
dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus
ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga
meningkatkan bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan
ambilan kalsium dari makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan
hipofosatmia kompensatori adalah abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui
analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga meningkat. ( Rumahorbor, Hotma,1999)
Produksi hormon paratiroid
yang berlebih disertai dengan gagal ginjaldapat menyebabkan berbagai macam
penyakit tulang, penyakit tulng yang sering terjadi adalah osteitis fibrosa
cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar
hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien,
tapi tidak muncul secara langsung.(Lawrence Kim, MD, 2005,
section 5)
Kelebihan jumlah sekresi
PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa menimbulkan efek pada reseptor
di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis sekresi PTH
dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada
keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung
bersamaan dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan
absorpsi dari usus merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.
Pada saat
kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi kalsium
secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan
kreanini klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular
dapat mengendap pada jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi
berbentuk nodul pada kulit, jaringan subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis),
dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D memainkan peranan penting dalam
metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk bekerja di target organ.
d. Manifestasi Klinik
Pasien
mungkin tidak atau mengalami tanda-tanda dan gejala akibat terganggunya
beberapa sistem organ. Gejala apatis, keluhan mudah lelah, kelemahan otot,
mual, muntah, konstipasi, hipertensi dan aritmia jantung dapat terjadi; semua
ini berkaitan dengan peningkatan kadar kalsium dalam darah. Manifestasi
psikologis dapat bervariasi mulai dari emosi yang mudah tersinggung dan
neurosis hingga keadaan psikosis yang disebabkan oleh efek langsung kalsium
pada otak serta sistem saraf. Peningkatan kadar kalsium akan menurunkan
potensial eksitasi jaringan saraf dan otot.
Pembentukan
batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan
ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme
primer. Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis
da ginjal parenkim yang mengakibatkan batu ginjal (rena calculi), obstruksi,
pielonefritis serta gagal ginjal.
Gejala
muskuloskeletal yang menyertai hiperparatiroidisme dapat terjadi akibat
demineralisasi tulang atau tumor tulang, yang muncul berupa sel-sel raksasa
benigna akibat pertumbuhan osteoklast yang berlebihan. Pasien dapat mengalami
nyeri skeletal dan nyeri tekan, khususnya di daerah punggung dan persendian;
nyeri ketika menyangga tubuh; fraktur patologik; deformitas; dan pemendekkan
badan. Kehilangan tulang yang berkaitan dengan hiperparatiroidisme merupakan
faktor risiko terjadinya fraktur.
Insidens
ulkus peptikum dan prankreatis meningkat pada hiperparatiroidisme dan dapat
menyebabkan terjadinya gejala gastroitestinal. (Brunner & Suddath, 2001)
e. Pemeriksaan Diagnostik
Hiperparatiroidisme
didiagnosis ketika tes menunjukkan tingginya level kalsium dalam darah disebabkan tingginya kadar hormone paratiroid. Penyakit lain dapat menyebabkan tingginya kadar kalsium dalam darah, tapi hanya
hiperparatiroidisme yang menaikkan kadar kalsium karena terlalu banyak hormon
paratiroid. Pemeriksaan radioimmunoassay untuk parathormon sangat sensitif dan
dapat membedakan hiperparatiroidisme primer dengan penyebab hiperkalasemia
lainnya pada lebih dari 90 % pasien yang mengalami kenaikan kadar kalsium
serum.
Kenaikkan kadar kalsium
serum saja merupakan gambaran yang nonspesifik karena kadar dalam serum ini
dapat berubah akibat diet, obat-obatan dan perubahan pada ginjal serta tulang.
Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai
tulang pada kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada
abdomen bisa mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapatmenyediakan informasi kerusakan
ginjal dan resiko batu ginjal. Pemeriksaan antibodi ganda hormon paratiroid
digunakan untuk membedakan hiperparatiroidisme primer dengan keganasan, yang
dapat menyebabkan hiperkalsemia. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta
biopsi jarum halus telah digunakan untuk mengevaluasi fungsi paratiroid dan
untukmenentukan lokasi kista, adenoma serta hiperplasia pada kelenjar
paratiroid.
Tes darah mempermudah diagnosis hiperparatiroidisme karena menunjukkan penilaian yang akurat berapa jumlah hormon paratiroid. Sekali diagnosis didirikan, tes yang lain sebaiknya dilakukan untuk melihat adanya komplikasi. Karena tingginya kadar hormon paratiroid dapat menyebabkan kerapuhan tulang karena kekurangan kalsium, dan pengukuran
kepadatan tulang sebaiknya dilakukan untuk memastikan keadaan tulang dan resikofraktura.
Salah satu kelemahan
diagnostik adalah terjadinya penurunan bersihan fragmen akhir karboksil PTH
pada pasien gagal ginjal, menyebabkan peningkatan palsu kadar PTH serum total.
Penetuan PTH amino akhir atau PTH utuh direkomendasikan untuk menilai fungsi
paratiroid pasien gagal ginjal. (Clivge R. Taylor, 2005, 783)
Laboratorium:
1) Kalsium serum meninggi
2) Fosfat serum rendah
3) Fosfatase alkali meninggi
4) Kalsium dan fosfat dalam urin bertambah
5) Foto Rontgen:
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
o Cystic-cystic dalam tulang
o Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
o Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
o Cystic-cystic dalam tulang
o Trabeculae di tulang
PA: osteoklas, osteoblast, dan jaringan fibreus bertambah
f. Komplikasi
1) peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
2) Dehidrasi
3) batu ginjal
4) hiperkalsemia
5) Osteoklastik
6) osteitis
fibrosa cystica
g. Penatalaksanaan
Terapi
yang dianjurkan bagi pasien hiperparatiroidisme primer adalah tindakan bedah
untuk mengangkat jaringan paratiriod yang abnormal. Namun demikian, pada
sebagian pasien yang asimtomatik disertai kenaikaan kadar kalsium serum ringan
dan fungsi ginjal yang normal, pembedahan dapat ditunda dan keadaan pasien
dipantau dengan cermat akan adanya kemungkinan bertambah parahnya
hiperkalsemia, kemunduran kondisi tulang, gangguan ginjal atau pembentukan batu
ginjal (renal calculi).
Dehidrasi
karena gangguan pada ginjal mungkin terjadi, maka penderita hiperparatiroidisme
primer dapat menderita penyakit batu ginjal. Karena itu, pasien dianjurkan
untuk minum sebanyak 2000 ml cairan atau lebih untuk mencegah terbentuknya batu
ginjal. Jus buah yang asam dapat dianjurkan karena terdapat bukti bahwa minuman
ini dapt menurunkan pH urin. Kepada pasien diuminta untuk melaporkan
manifestasi batu ginjal yang lain seperti nyeri abdomen dan hemapturia.
Pemberian preparat diuretik thiazida harus dihindari oleh pasien
hiperparatiroidisme primer karena obat ini akan menurunkan eksresi kalsium
lewat ginjal dan menyebabkan kenaikan kadar kalsium serum. Disamping itu,
pasien harus mengambil tindakan untuk menghindari dehidrasi. Karena adanya
resiko krisis hiperkalsemia, kepada pasien harus diberitahukan untuk segera
mencari bantuan medis jika terjadi kondisi yang menimbulkan dehidrasi (muntah,
diare).
Mobilitas
pasien dengan banyak berjalan atau penggunaan kursi goyang harus diupayakan
sebanyak mungkin karena tulang yang mengalami stress normal akan melepaskan
kalsium merupakan predisposisi terbentuknya batu ginjal.
Pemberian
fosfat per oral menurunkan kadar kalsium serum pada sebagian pasien. Penggunaan
jangka panjang tidak dianjurkan karena dapat mengakibatkan pengendapan ektopik
kalsium fosfat dalam jaringan lunak.
Diet
dan obat-obatan. Kebutuhan nutrisi harus dipenuhi meskipun pasien dianjurkan
untuk menghindari diet kalsium terbatas atau kalsium berlebih. Jika pasien juga
menderita ulkus peptikum, ia memerlukan preparat antasid dan diet protein yang
khusus. Karena anoreksia umum terjadi, peningkatan selera makan pasien harus
diupayakan. Jus buah, preparat pelunak feses dan aktivitas fisik disertai
dengan peningkatan asupan cairan akan membantu mengurangi gejal konstipasi yang
merupakan masalah pascaoperatif yang sering dijumpai pada pasien-pasien ini.
2. Hipoparatiroidisme
a. Pengertian
Hipoparatiroid
adalah gabungan gejala dari produksi hormon paratiroid yang tidak adekuat.
Keadaan ini jarang sekali ditemukan dan umumnya sering sering disebabkan oleh
kerusakan atau pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi paratiroid
atau tiroid, dan yang lebih jarang lagi ialah tidak adanya kelenjar paratiroid
(secara congenital). Kadang-kadang penyebab spesifik tidak dapat diketahui.
(www.endocrine.com)
b. Etiologi
Jarang sekali terjadi
hipoparatiroidisme primer, dan jika ada biasanya terdapat pada anak-anak
dibawah umur 16 tahun. Ada tiga kategori dari hipoparatiroidisme:
1) Defisiensi sekresi
hormon paratiroid, ada dua penyebab utama:
a) Post operasi pengangkatan kelenjar partiroid dan total
tiroidektomi.
b) Idiopatik, penyakit ini jarang dan dapat kongenital atau
didapat (acquired).
2) Hipomagnesemia.
3) Sekresi hormon
paratiroid yang tidak aktif.
4)
Resistensi terhadap hormon paratiroid (pseudohipoparatiroidisme)
c. Patofisiologi
Pada
hipoparatiroidisme terdapat gangguan dari metabolisme kalsium dan fosfat, yakni
kalsium serum menurun (bisa sampai 5 mgr%) dan fosfat serum meninggi (bisa
sampai 9,5-12,5 mgr%).
Pada
yang post operasi disebabkan tidak adekuat produksi hormon paratiroid karena
pengangkatan kelenjar paratiroid pada saat operasi. Operasi yang pertama adalah
untuk mengatasi keadaan hiperparatiroid dengan mengangkat kelenjar paratiroid.
Tujuannya adalah untuk mengatasi sekresi hormon paratiroid yang berlebihan,
tetapi biasanya terlalu banyak jaringan yang diangkat. Operasi kedua berhubungan
dengan operasi total tiroidektomi. Hal ini disebabkan karena letak anatomi
kelenjar tiroid dan paratiroid yang dekat (diperdarahi oleh pembuluh darah yang
sama) sehingga kelenjar paratiroid dapat terkena sayatan atau terangkat. Hal
ini sangat jarang dan biasanya kurang dari 1 % pada operasi tiroid. Pada banyak
pasien tidak adekuatnya produksi sekresi hormon paratiroid bersifat sementara
sesudah operasi kelenjar tiroid atau kelenjar paratiroid, jadi diagnosis tidak
dapat dibuat segera sesudah operasi.
Pada
pseudohipoparatiroidisme timbul gejala dan tanda hipoparatiroidisme tetapi
kadar PTH dalam darah normal atau meningkat. Karena jaringan tidak berespons
terhadap hormon, maka penyakit ini adalah penyakit reseptor. Terdapat dua
bentuk: (1) pada bentuk yang lebih sering, terjadi pengurangan congenital
aktivitas Gs sebesar 50 %, dan PTH tidak dapat meningkatkan secara normal
konsentrasi AMP siklik, (2) pada bentuk yang lebih jarang, respons AMP siklik
normal tetapi efek fosfaturik hormon terganggu.
Truma
Definisi
Struma adalah suatu
pembengkakan pada leher oleh karena pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran
kelenjar tiroid dapat disebabkan oleh kurangnya diet iodium yang dibutuhkan
untuk produksi hormon tiroid. Terjadinya pembesaran kelenjar tiroid dikarenakan
sebagai usaha meningkatkan hormon yang dihasilkan.
Penyebab
Adanya struma atau
pembesaran kelenjar tiroid dapat oleh karena ukuran sel-selnya bertambah besar
atau oleh karena volume jaringan kelenjar dan sekitarnya yang bertambah dengan
pembentukan struktur morfologi baru. Yang mendasari proses itu ada 4 hal utama.
1. Gangguan perkembangan, seperti
terbentuknya kista (kantongan berisi cairan) atau jaringan tiroid yang tumbuh
di dasar lidah (misalnya pada kista tiroglosus atau tiroid lingual).
2. Proses radang atau gangguan autoimun
seperti penyakit Graves dan penyakit tiroiditis Hashimoto.
3. Gangguan metabolik (misal, defisiensi
iodium) serta hyperplasia, misalnya pada struma koloid dan struma endemik.
4. Pembesaran yang didasari oleh suatu
tumor atau neoplasia meliputi adenoma – sejenis tumor jinak – dan
adenokarsinoma, suatu tumor ganas.
Klasifikasi
1. Berdasarkan fisiologisnya :
a. Eutiroid : aktivitas kelenjar
tiroid normal
b. Hipotiroid : aktivitas kelenjar
tiroid yang kurang dari normal
c. Hipertiroid : aktivitas kelenjar
tiroid yang berlebihan
2. Berdasarkan klinisnya :
a. Non-Toksik (eutiroid dan hipotiroid)
· Difusa
: endemik goiter, gravida
· Nodusa
: neoplasma
b. Toksik (hipertiroid)
· Difus
: grave, tirotoksikosis primer
· Nodusa :
tirotoksikosis skunder
3. Berdasarkan morfologinya :
a. Struma Hyperplastica Diffusa
Suatu stadium
hiperplasi akibat kekurangan iodine (baik absolut ataupun relatif). Defisiensi
iodine dengan kebutuhan excessive biasanya terjadi selama pubertas,
pertumbuhan, laktasi dan kehamilan. Karena kurang iodine kelenjar menjadi
hiperplasi untuk menghasilkan tiroksin dalam jumlah yang cukup banyak untuk
memenuhi kebutuhan supply iodine yang terbatas. Sehingga terdapat vesikel
pucat dengan sel epitel kolumner tinggi dan koloid pucat. Vaskularisasi
kelenjar juga akan bertambah. Jika iodine menjadi adekuat kembali (diberikan
iodine atau kebutuhannya menurun) akan terjadi perubahan di dalam struma
koloides atau kelenjar akan menjadi fase istirahat.
b. Struma Colloides Diffusa
Ini disebabkan karena
involusi vesikel tiroid. Bila kebutuhan excessive akan tiroksin oleh karena
kebutuhan yang fisiologis (misal, pubertas, laktasi, kehamilan, stress, dsb.)
atau defisiensi iodine telah terbantu melalui hiperplasi, kelenjar akan kembali
normal dengan mengalami involusi. Sebagai hasil vesikel distensi dengan koloid
dan ukuran kelenjar membesar.
c. Struma Nodular
Biasanya terjadi pada
usia 30 tahun atau lebih yang merupakan sequelae dari struma colloides. Struma
noduler dimungkinkan sebagai akibat kebutuhan excessive yang lama dari
tiroksin. Ada gangguan berulang dari hiperplasi tiroid dan involusi pada
masing-masing periode kehamilan, laktasi, dan emosional (fase kebutuhan).
Sehingga terdapat daerah hiperinvolusi, daerah hiperplasi dan daerah kelenjar
normal. Ada daerah nodul hiperplasi dan juga pembentukan nodul dari jaringan
tiroid yang hiperinvolusi.
Tiap folikel normal
melalui suatu siklus sekresi dan istirahat untuk memberikan kebutuhan akan tiroksin
tubuh. Saat satu golongan sekresi, golongan lain istirahat untuk aktif
kemudian. Pada struma nodular, kebanyakan folikel berhenti ambil bagian dalam
sekresi sehingga hanya sebagian kecil yang mengalami hiperplasi, yang lainnya
mengalami hiperinvolusi (involusi yang berlebihan/mengecil)
Diagnosis
1. Anamnesa
a. Penderita datang dengan keluhan adanya
benjolan pada leher depan bagian tengah
b. Usia dan jenis kelamin : nodul tiroid
timbul pd usia < 20 tahun atau > 50 tahun dan jenis kelamin
laki-laki àresiko malignancy tinggi (20-70%).
c. Riwayat radiasi daerah leher &
kepala pada masa anak-anak à malignancy 33-37%
d. Kecepatan tumbuh tumor. Nodul jinak
membesar lama (tahunan), nodul ganas membesar dengan cepat (minggu/bulan)
e. Gangguan menelan, sesak nafas, suara
serak & nyeri (akibat penekanan/desakan dan/atau infiltrasi tumor sebagai
pertanda telah terjadi invasi ke jaringan atau organ di sekitarnya)
f. Asal dan tempat tinggal
(pegunungan/pantai)
g. Benjolan pada leher, lama, pembesaran
h. Riwayat penyakit serupa pada keluarga
i. Struma toksik :
· Kurus, irritable, keringat
banyak
· Nervous
· Palpitasi
· Hipertoni simpatikus
(kulit basah dingin & tremor)
j. Struma non-toksik :
· Gemuk
· Malas dan banyak tidur
· Gangguan pertumbuhan
2. Pemeriksaan Fisik
a. Inspeksi
Pemeriksa berada di
depan penderita. Penderita posisi duduk dengan kepala sedikit fleksi atau leher
terbuka sedikit hiperekstensi agar m. sternokleidomastoideus relaksasi sehingga
tumor tiroid mudah dievaluasi.
Apabila terdapat
pembengkakan atau nodul, perlu diperhatikan beberapa komponen berikut :
· Lokasi : lobus kanan,
lobus kiri, ismus
· Ukuran : besar/kecil,
permukaan rata/noduler
· Jumlah : uninodusa
atau multinodusa
· Bentuk : apakah difus
(leher terlihat bengkak) ataukah berupa noduler lokal
· Gerakan : pasien
diminta untuk menelan, apakah pembengkakannya ikut bergerak
· Pulsasi : bila nampak
adanya pulsasi pada permukaan pembengkakan
b. Palpasi
Pasien diminta untuk
duduk, leher dalam posisi fleksi, pemeriksa berdiri di belakang pasien dan
meraba tiroid dengan menggunakan kedua tangan. Beberapa hal yang perlu dinilai
pada pemeriksaan palpasi :
· Perluasan dan tepi
· Gerakan saat menelan,
apakah batas bawah dapat diraba atau tidak dapat diraba trachea dan kelenjarnya.
· Konsistensi,
temperatur, permukaan, dan adanya nyeri tekan
· Hubungan dengan m.
sternocleidomastoideus (tiroid letaknya lebih dalam daripada musculus ini.
· Limfonodi dan jaringan
sekitar
c. Auskultasi
Pada auskultasi perlu
diperhatikan adanya bising tiroid yang menunjukkan adanya hipertiroid.
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
Pemeriksaan kadar TSH,
T3 total, Free T4, dan T4 total.
2. Radiologi
Thorax à adanya deviasi trakea,
retrosternal struma, coin lesion (papiler), cloudy (folikuler).
Leher AP lateral à evaluasi jalan nafas
untuk intubasi pembiusan.
3. USG
Dilakukan untuk
mendeteksi nodul yang kecil atau nodul di posterior yang secara klinis belum
dapat dipalpasi. Di samping itu, dapat dipakai untuk membedakan nodul yang
padat atau kistik serta dapat dimanfaatkan untuk penuntun dalam tindakan biopsy
aspirasi jarum halus.
4. Scanning tiroid (pemeriksaan sidik
tiroid)
Memakai uptake I131 yang didistribusikan
ke tiroid untuk menentukan fungsi tiroid. Normalnya uptake 15-40 %
dalam 24 jam. Bila uptake > normal disebut hot area,
sedangkan jika uptake < normal disebut cold area (pada
neoplasma)
5. Pemeriksaan sitologi melalui biopsi
aspirasi jarum halus (BAJAH)
Pemeriksaan sitologi
nodul tiroid diperoleh dengan aspirasi jarum halus. Cara pemeriksaan ini
berguna untuk menetapkan diagnosis suspek maligna ataupun benigna.
Penatalaksanaan
1. Konservatif/medikamentosa
a. Indikasi :
· Usia tua
· Pasien sangat awal
· Rekurensi pasca bedah
· Pada persiapan operasi
· Struma residif
· Pada kehamilan,
misalnya pada trimester ke-3
b. Struma non toksik :
iodium, ekstrak tiroid 20-30 mg/dl
c. Struma toksik :
· Bed rest
· PTU 100-200 mg
(propilthiouracil)
Merupakan obat
anti-tiroid, dimana bekerjanya dengan prevensi pada sintesis dan akhir dari
tiroksin. Obat ini bekerja mencegah produksi tiroksin (T4). Diberikan dosis 3x
100 mg/hari tiap 8 jam sampai tercapai eutiroid. Bila menjadi eutiroid
dilanjutkan dengan dosis maintenance 2 x 5 mg/hari selama 12-18 bulan.
· Lugol 5 – 10 tetes
Obat ini membantu
mengubah menjadi tiroksin dan mengurangi vaskularisasi serta kerapuhan kelenjar
tiroid. Digunakan 10-21 hari sebelum operasi. Namun sekarang tidak digunakan
lagi, oleh karena propanolol lebih baik dalam mengurangi vaskularisasi dan
kerapuhan kelenjar. Dosis 3 x 5-10 mg/hari selama 14 hari.
· Iodium (I131)
2. Radioterapi
Menggunakan I131,
biasanya diberikan pada pasien yang telah diterapi dengan obat anti-tiroid dan
telah menjadi eutiroid. Indikasi radioterapi adalah pasien pada awal penyakit
atau pasien dengan resiko tinggi untuk operasi dan untuk pasien dengan
hipotiroid rekuren. Radioterapi merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil dan
anak-anak.
3. Operatif
a. Isthmulobectomy , mengangkat isthmus
b. Lobectomy, mengangkat satu
lobus, bila subtotal sisa 3 gram
c. Tiroidectomi total, semua
kelenjar tiroid diangkat
d. Tiroidectomy subtotal bilateral,
mengangkat sebagian lobus kanan dan sebagian kiri.
e. Near total tiroidectomi,
isthmulobectomy dextra dan lobectomy subtotal sinistra dan sebaliknya.
f. RND (Radical Neck Dissection),
mengangkat seluruh jaringan limfoid pada leher sisi yang bersangkutan dengan
menyertakan n. accessories, v. jugularis eksterna dan interna, m.
sternocleidomastoideus dan m. omohyoideus serta kelenjar ludah submandibularis.
Komentar
Posting Komentar